Sabtu, 1 Desember 2012 16:14:03 WIB
Iedul Fithri Maryam (19) ayat 85-86: (Ingatlah) hari (ketika) Kami mengumpulkan orang-orang yang takwa kepada Tuhan Yang Maha Pemurah sebagai perutusan yang terhormat, dan Kami akan menghalau orang-orang yang durhaka ke neraka Jahannam dalam keadaan dahaga. Idul Fithri bermakna Hari Raya berbuka. Pada hari Idul Fithri kaum muslimin memperoleh kesenangan pertama dari dua kesenangan yang Allah berikan kepada orang yang berpuasa seperti diterangkan Rosulullah SAW: "Orang yang berpuasa memperoleh dua kesenangan, kesenangan pada waktu berbuka (hari raya) dan kesenangan pada waktu bertemu Allah." Idul Fithri merupakan hari beribadah. Pada hari ini ummat Islam ramai-ramai pergi ke tanah lapang/masjid untuk bertakbir dan berdo'a sebagai wujud nyata kesatuan dan persatuan ummat Islam. Pada Idul Fithri dikikis perasaan dendam, dengki dalam hati; saling menziarahi untuk saling mengucapkan tahniah: "Taqobbalallahu minna waminkum" (Semoga Allah SWT menerima amalan kami dan amalan kamu), saling memaafkan dan masing-masing memberi bantuan kepada orang yang memerlukan. Ada tiga golongan manusia dalam menghadapi Idul Fithri, yaitu: 1. Mereka yang telah menunaikan puasa Romadhon; dia berpuasa pada siang harinya dan melaksanakan sholatul lail (tarawih), dipelihara lidahnya dari perkataan keji, mengumpat, memfitnah dan memelihara hatinya dari rasa dendam dan dengki. Dialah orang yang sangat gembira dengan datangnya Idul Fithri. 2. Mereka yang berpuasa karena mengikuti tradisi masyarakat sekitar, mereka dapat menahan lapar dan dahaga, tetapi tidak bisa menahan lidahnya dari perkataan yang diharamkan dan perbuatan yang diharamkan agama. Maka terhadap orang yang seperti ini Allah tidak akan menerima amalnya baik yang fardhu maupun yang sunnat. 3. Mereka yang tidak berpuasa pada siang hari Romadhon dan tidak pula sholatul lail. Terhadap mereka ini Allah telah menjanjikan akan menempatkan mereka di dalam neraka. Puasa sebulan yang dijalani guna menumbuhsuburkan rasa keimanan kepada Allah nyaris sirna karena ingin memuliakan Idul Fithri. Didikan untuk menahan lapar dan dahaga, serta latihan hidup tidak boros selama berpuasa, sirna seketika saat merayakan Idul Fithri. Khalifah Islam keempat, Ali bin Abi Tholib, sahabat Nabi SAW, termasuk orang yang berhasil menemukan hakikat dan falsafah Ied, dan penemuannya itu sangat diperlukan benar-benar oleh ummat manusia. Kemudian disusul oleh Khalifah Umar bin Abdul Aziz, seorang khalifah yang sholeh dan sukses. Dalam suasana Idul Fithri ada seseorang yang berkunjung kepada Ali bin Abi Tholib, didapatinya Ali sedang makan roti keras. Ia berkata: "Dalam suasana hari raya engkau makan roti keras?" Mendengar ucapan itu Ali menjawab: "Hari ini adalah Ied orang yang diterima puasanya, disyukuri usahanya dan diampuni dosanya." Selanjutnya Ali mengatakan bahwa hari ini merupakan Ied bagi kami, demikian juga besok, malah setiap hari yang engkau tidak membuat durhaka kepada Allah, itu menurut pandangan kami adalah Ied. Kini, masih adakah khalifah (pemimpin) yang berani merayakan Idul Fithri tanpa parcel seperti Ali bin Abi Tholib? [Drs.Abdul Wahab L, Khutbah Jum'at, 1998] surtam@amin, 29 Rhomadhon 1431 H ---------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------- Keistimewaan dan Keutamaan 10 Hari Terakhir Ramadhan - Malam lailatul qadar Diposkan oleh abu azka di 12.57 Senin, 30 Agustus 2010
Hakikat Puasa
Bulan Ramadhan sudah beberapa hari kita jalani. Sebagian ulama berpendapat, Ramadhan adalah bulan agung (syahr ‘azhîm), bulan mulia (syahr ‘ali), bulan penuh berkah (syahr mubârak), bulan pengampunan (syahr maghfirah), bulan penuh rahmat (syahr rahmah) dan bulan pembebasan dari api neraka (syahr itq[un] min an-nâr). Mereka juga berpendapat, pada bulan Ramadhan semua amal ibadah diterima, pahala dilipatgandakan, dosa-dosa dilebur, gerbang-gerbang surga dibuka lebar, pintu-pintu neraka ditutup rapat dan setan-setan dikerangkeng. Dalam bulan iniada satu malam yang disebut Lailatul Qadar, yang keutamaannya melebihi seribu bulan (QS 97: 1-5). Selama Ramadhan berlangsung, semua umat Islam diwajibkan untuk menjalankan puasa (QS 2: 183), yaitu menahan diri (imsak) dari lapar/haus dan dorongan nafsu. ***** Keutamaan Ramadhan. Rasulullah saw. bersabda, “Penghulu bulan adalah Ramadhan dan penghulu hari adalah hari Jumat.” (HR ath-Thabrani). Rasul bersabda, “Andai saja manusia tahu keutamaan Ramadhan, pasti mereka berharap Ramadhan itu selama satu tahun.” (HR ath-Thabrani, Ibnu Khuzaimah dan al-Baihaqi). Rasul juga bersabda, “Jika datang malam pertama Ramadhan, para setan dan jin kafir dibelenggu. Semua pintu neraka ditutup sehingga tidak ada satu pintu pun yang terbuka. Semua pintu surga dibuka sehingga tidak ada satu pun yang tertutup. Lalu terdengar suara seruan, “Wahai pencari kebaikan, datanglah! Wahai pencari kejahatan, kurangkanlah.” Pada malam itu ada orang-orang yang dibebaskan dari neraka. Yang demikian itu terjadi setiap malam (HR at-Tirmidzi dan Ibnu Majah). Pada bulan Ramadhan al-Quran turun. (QS 2: 185). Ibnu Katsir rahimahullah tatkala menafsirkan ayat ini mengatakan, “Allah SWTmemuji bulan Ramadhan atas bulan-bulan lainnya. Allah memuji demikian karena bulan ini telah dipilih sebagai bulan turunnya al-Quran.” (Ibn Katsir, I/501). Pada bulan Ramadhan doa-doa dikabulkan.Rasulullah saw. bersabda, “Sesungguhnya Allah membebaskan beberapa orang dari api neraka setiap hari pada bulan Ramadhan. Setiap Muslim, jika memanjatkan doa, pasti dikabulkan.” (HR al-Bazzar dan al-Haitsami). ***** Keutamaan puasa. Rasulullah saw. bersabda, “Puasa adalah perisai yang dapat melindungi seorang hamba dari api neraka.” (HR Ahmad dan al-Baihaqi). Rasulullah saw. juga bersabda, “Allah berfirman, ‘Setiap amal anak Adam adalah untuknya, kecuali puasa. Puasa adalah untuk-Ku dan Aku yang langsung membalasnya.’ Puasa adalah perisai. Jika salah seorang dari kalian berpuasa maka janganlah berkata kotor, jangan pula berteriak-teriak. Jika ada seseorang yang mencaci dan mengajak berkelahi maka katakanlah, ‘Akusedang berpuasa.’ Demi Zat yang jiwa Muhammad berada di tangan-Nya, sesungguhnya bau mulut orang yang berpuasa lebih harum di sisi Allah pada Hari Kiamat daripada bau minyak kesturi. Bagi orang yang berpuasa ada dua kegembiraan; saat berbuka mereka bergembira karena berbuka dan saat bertemu dengan Allah mereka bergembira karena puasanya.” (HR al-Bukhari dan Muslim). Puasa akan memberikan syafaat bagi orang yang menjalankannya. Rasulullah saw. bersabda, “Puasa dan al-Quran itu akan memberikan syafaat kepada seorang hamba pada Hari Kiamat nanti. Puasa akan berkata, ’Tuhanku, aku telah menahannya dari makan dan nafsu syahwat. Karena itu, perkenankan aku untuk memberikan syafaat kepadanya.’ Al-Quran punberkata, ’Aku telah melarangnya dari tidur pada malam hari. Karena itu, perkenankan aku untuk memberi syafaat kepadanya.’ Lalu syafaat keduanya diperkenankan.” (HR Ahmad, al-Hakim dan ath-Thabrani). Orang yang berpuasa akan mendapatkan pengampunan dosa.Rasulullah saw. bersabda, “Siapa saja yang berpuasa pada bulan Ramadhan karena iman dan mengharap pahala dari Allah, pasti dosa-dosanya pada masa lalu diampuni.” (HR al-Bukhari dan Muslim). Bagi orang yang berpuasa disediakan ar-Rayyan. Rasulullah saw. bersabda, “Sesungguhnya di surga ada sebuah pintu yang bernama ar-Rayyan. Pada Hari Kiamat orang-orang yang berpuasa akan masuk surga melalui pintu tersebut dan tidak ada seorang pun yang masuk melalui pintu tersebut kecuali mereka.” (HR al-Bukhari dan Muslim). ***** ’Berpuasa’ setelah Ramadhan. Puasa (shaum) secara bahasa bermakna al-imsâk atau menahan diri dari sesuatu, seperti menahan diri dari makan atau berbicara. Makna puasa seperti ini digunakan dalam QS Maryam ayat 26. Adapun secara istilah, puasa adalah menahan diri dari dua jalan syahwat—mulut dan kemaluan—dan hal-hal lain yang dapat membatalkan pahala puasa mulai dari terbit fajar sampai terbenam matahari, disertai dengan niat. Dari pengertian secara bahasa maupun istilah tersebut, jelas puasa hakikatnya adalah ‘menahan atau mengendalikan diri/hawa nafsu’ dari hal-hal yang telah Allah haramkan; bukan semata-mata menahan diri untuk tidak makan/minum atau berhubungan suami-istri di siang hari. Karena itu, esensi puasa sebetulnya adalah tunduk-patuh pada perintah dan larangan Allah SWT. Itulah takwa, yang memang menjadi target yang harus diraih dari amalan puasa Ramadhan. Jika demikian, sejatinya pasca Ramadhan sekalipun, hingga datang Ramadhan berikutnya, seorang Muslim yang menghayati esensi puasa akan tetap ‘berpuasa’, dalam arti, tetap menahan diri atau mengendalikan hawa nafsunya dari hal-hal yang telah Allah haramkan. Jika ia mampu tetap ‘berpuasa’ pasca Ramadhan, berarti ia telah sukses meraih derajat takwa, sebagai tujuan akhir dari amalan puasanya. Sayangnya, ‘berpuasa’ pasca Ramadhan nyatanya tidak selalu bisa dilakukan oleh setiap Muslim. Kebanyakan Muslim selesai ‘berpuasa’ begitu Ramadhan usai. Ketakwaan mereka pun ‘selesai’ begitu Ramadhan usai. Mereka kembali dikendalikan hawa nafsu, bukan mengendalikannya. Mereka kembali ‘berbuka’ dengan hal-hal yang haram, bukan ‘imsak’ (menahan diri) dari semua itu. Mereka kembali bermaksiat, bukan bertambah taat. Ini karena, saat Idul Fitri tiba, mereka bukan kembali ke fithrah (taat kepada Allah), tetapi kembali ke fatrah (futûr). Na’ûdzu billâh! Wa mâ tawfîqî illâ billâh. [Arief B. Iskandar] http://hizbut-tahrir.or.id/2009/09/24/hakikat-puasa/ ------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------- Universalitas Sabar Muhibbuddin Al Insaniyah Assalamu’alaikum wr. wb. Jama’ah Kajian Subuh Online yang dimuliakan Allah… Mendengar kata “sabar”, umumnya orang terasosiasikan kepada suatu kondisi penderitaan, kesusahan, terkena musibah, ditimpa bencana alam, meneroma cobaan, dan lain-lain yang “diasumsikan” dari sikap jiwa seseorang yang “berada di bawah” . Sering orang mengatakan, alangkah sabarnya orang itu, menerima hinaan dan celaan tetap bersabar. Alangkah sabarnya dia, bencana alam yang menimpanya sehingga sanak keluarganya meninggal dunia, tidak membuatnya goyah dalam beribadah kepada Allah. Kita harus sabar menghadapi semua cobaan ini, jika kita mengharapkan untuk memperoleh kebahagiaan. Saudara-saudara, kesabaran adalah kunci agar kita bisa kuat pada saat kita ditimpa kemalangan. Anak-anakku, bersabarlah, karena hidup ini sudah ada yang mengatur. Murid-muridku, dalam menghadapi Ujian Nasional nanti, kalian harus bersabar dan kuat hati menghadapi semua keputusan dan menerima semua kenyataan hasil Ujian Nasional dengan sabar. Jama’ah Kajian Subuh Online dimanapun berada… Ungkapansedemikian memang tidak keliru, sebab dalam sebuah hadits, dari Suhaib ra, bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Sungguh menakjubkan perkaranya orang yang beriman, karena segala urusannya adalah baik baginya. Dan hal yang demikian itu tidak akan terdapat kecuali hanya pada orang mu’min: Yaitu jika ia mendapatkan kebahagiaan, ia bersyukur, karena (ia mengetahui) bahwa hal tersebut merupakan yang terbaik untuknya. Dan jika ia tertimpa musibah, ia bersabar, karena (ia mengetahui) bahwa hal tersebut merupakan hal terbaik bagi dirinya.” (HR. Muslim). Nah, sekilas memperhatikan hadits di atas, makna sabar memang mencerminkan gambaran sikap hati seseorang yang sedang dalam kondisi sedih, susah, teraniaya, dizolimi, disakiti, dilukai, dikhianati, ditipu, dan sebagainya. Sabar diletakkan menjadi fondasi atau landasan pertahanan semangat manusia pada saat dan dari titik nadzir, sehingga situasi krisis tersebut mampu untuk diatasi, diselesaikan, dan dicarikan jalan keluarnya tanpa membuat orang yang bersangkutan menderita yang lebih parah. Yang menjadi pertanyaan, apakah semua orang tidak mengalami bagaimana ia menderita? Apakah semua orang tidak mengalami hidup susah? Apakah semua orang tidak mengalami kesulitan dalam menyelesaikan persoalan-persoalan hidupnya? Apakah semua orang itu selalu hidup senang dan berbahagia? Apakah penderitaan itu hanya dirasakan oleh orang di kolong jembatan? Apakah kesusahan itu hanyalah milik orang yang hidupnya serba kekurangan? Apakah kesusahan itu hanya menimpa mereka yang terkena banjir banding, mereka yang terkena gempa bumi? Membicarakan semua penjelasan di atas, maka sememangnya hidup ini bukanlah jalan dan arena mengumbar kesenangan. Dunia ini bukanlah tempat untuk menikmati semua kesenangan dan pesta pora. Dunia ini. bukan pula surga di mana orang bisa berbuat semaunya bisa mendapatkan semua keinginannya. Sehebat apapun orang, tidak semua kehendaknya bisa terpenuhi. Tidak semua keinginannya dapat tercapai. Ini adalah kenyataannya, seandainya kita menyadari bahwa tidak ada manusia yang tidak hidup dalam kelemahan, dalam berbagai rupa dan bentuk kelemahan itu. Maka sabar ini menjadi model jiwa universal yang harus dan akan tetap dimiliki manusia dalam hidupnya, status apapun yang dia punya, suku apapun dia, dan di negara manapun di tinggal. Bahkan kegiatan apapun yang dia kerjakan, merasakan kondisi “harus sabar” akan tetap dijalaninya. Seorang yang sholat harus sabar memenuhi jumlah rakaat yang harus dipenuhinya. Seorang yang berzakat juga, harus sabar melepaskan uang yang harus dikeluarkan. Seorang yang sedang berpuasa juga harus bersabar menghadapi godaan saat berpuasa. Tidak hanya mereka, seorang yang dipenjara karena kasus-kasus kejahatan dan kemurkaannya juga harus bersabar menerima kenyataan hidupnya. Seorang presiden juga harus bersabar menghadapi kritik dari rakyatnya. Seorang anggota dewan juga harus bersabar ketika sedang merumuskan konsepsi regulasi yang harus dicetuskan. Seorang anak buah harus bersabar ketika sedang melaksanakan pekerjaan dari majikannya. Seorang majikan atau bos, juga harus bersabar ketika sedang mengelola anakbuahnya yang memiliki aneka sifat dan karakter. Seorang koruptor juga harus bersabar agar korupsinya berhasil. Seorang pencuri juga harus bersabar agar rencannya berhasil. Ini kunci sukses. Sabar sebagai kunci keberhasilan seseorang apapun kedudukannya dan bagaimanapun keadaanya. Jama’ah Kajian Subuh Online yang dirahmati Allah… Kenyataan hidup tidak selalui sesuai dengan apa yang kita inginkan untuk terjadi. Proses dunia ini tidaklah berlaku menurut manusia. Kadang semuanya mendukung kita, kadangkala kejadiannya lain dengan rencana dan kemauan kita. Maka dengan sabar inilah, hati menjadi termanajemen, jiwa terkontrol, dan semangat menjadi terarah. Kesadaran ini memberikan kekuatan jiwa kita, memberikan pemahaman bersama, bahwa ternyata jika kita sebagai seorang yang sedang sedih ditimpa kemalangan, maka mereka yang hidup dengan serba mewah, mereka yang memiliki jabatan tinggi, mereka yang hidup di dalam istana, juga menghadapi situasi hidup di mana saat itu dia harus bersabar, mau atau tidak, rela atau terpaksa.. Kita menjadi lebih lunak dan lembut menghadapi semua kejadian yang menimpa kita. Kita juga menjadi lebih kuat menjalani hidup ini, sebab tidak ada orang yang tidak mengalami kondisi hidup di mana dia harus bersabar menghadapinya. Semakin kita memahami bahwa kenyataan hidup ini tidak selalu selaras dengan rencana kita, maka kita menyadari bahwa dunia ini berjalan tidaklah menuruti kemauan kita, sehingga kita akan siap dan harus sabar menghadapi segala peristiwa dan “nasib” kita di dunia ini. Janganlah kita berupaya untuk memaksakan kehendak dan rencana kita, janganlah kita membebaskan mata kita untuk menyaksikan kejadian di depannya terjadi menuruti kita kita, sehinggga mengorbankan keharmonisan hidup dengan orang lain.. Tetapi, berlatihlah kita menyaksikan dunia berjalan bukan atas kehendak kita, dunia ini bekerja menurut sebuah rencana baik dari orang yang kita suka, maupun orang yang tidak kita suka, semuanya harus kita hadapi dengan sabar, karena sabar itupun juga harus dimiliki oleh semua orang. Jama’ah Kajian Subuh Online yang dimuliakan Allah…. Demikianlah materi di pagi ini, kesalahan itu datang dari saya, kebenaran datang dari Allah. Wassalamu’alaikum wr. wb. http://www.kompasiana.com/muhibbuddin --------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------- Membangun Ketaatan Diri Jangan menuntut Allah karena terlambatnya permintaan yang telah engkau panjatkan kepada-Nya. Namun hendaknya engkau mengoreksi diri. Tuntut dirimu supaya tidak terlambat melaksanakan kewajiban-kewajibanmu kepada Allah. (Ibnu Athailah) Setiap orang pasti memiliki harapan. Namun tidak semua harapan bisa diwujudkan. Walau mungkin kita telah optimal berusaha atau dan berulang kali memanjatkan berdoa. Bila demikian apa yang salah, ikhtiarnya-kah atau doanya? Saudaraku, sangat bijak bila kita tidak terburu-buru menyalahkan atau berburuk sangka kepada Allah, saat doa-doa kita belum terkabul. Sebab, tidak ada yang menghambat ijabahnya doa dan datangnya pertolongan Allah selain diri kita sendiri. Ada nasihat menarik dari Ibnu Athailah, Jangan menuntut Allah karena terlambatnya permintaan yang telah engkau panjatkan kepada-Nya. Namun hendaknya engkau mengoreksi diri. Tuntut dirimu supaya tidak terlambat melaksanakan kewajiban-kewajibanmu kepada Allah. Jadi, terhambatnya pengabulan doa bukan karena Allah tidak mau memberi. Penyebab utamanya ada pada diri kita sendiri yang tidak bersungguh-sungguh dalam memenuhi hak-hak Allah. Karena itu, kita harus mulai mengoreksi diri. Sudah benarkan ibadah kita? Sudah totalkan pengharapan kita kepada Allah? Sudah bersungguh-sungguhkan kita dalam taat kepada Allah? Kalau belum, jangan menyalahkan siapa pun bila pertolongan Allah belum menghampiri kita. Penjabarannya, lihat ibadah kita, apakah sudah benar dan optimal. Apakah kita tergolong orang yang gemar melakukan amal-amal yang disukai Allah: mencintai masjid, menjaga shalat berjamaah dan tepat waktu, tahajud, bersedekah dalam senang atau susah, gemar menolong orang, zikir setiap waktu, dsb. Bila untuk kewajiban-kewajiban utama saja kita kurang bersungguh-sungguh, maka bagaimana mungkin pertolongan Allah akan datang? Rasulullah SAW bersabda, Tidaklah seorang hamba mendekatkan diri kepada-Ku dengan sesuatu yang lebih Aku cintai dari apa-apa yang telah Aku wajibkan kepadanya, dan hamba-Ku itu selalu mendekatkan diri kepada-Ku dengan nawafil (perkara-perkara sunnah di luar yang fardhu) maka Aku akan mencintainya, jika Aku telah mencintainya maka Aku menjadi pendengarannya yang ia gunakan untuk mendengar, menjadi penglihatannya yang ia gunakan untuk melihat, menjadi tangannya yang ia gunakan untuk memukul dan menjadi kakinya yang ia gunakan untuk berjalan. Jika ia meminta kepadaku niscaya akan aku berikan dan jika ia minta perlindungan dari-Ku niscaya akan Aku lindungi. (HR Bukhari). Menurut hadis ini kunci datangnya pertolongan Allah, kunci pembuka pintu-pintu rezeki, ilmu dan segala kebaikan, adalah ketakwaan dan kesungguhan kita melaksanakan amal-amal yang dicintai Allah. Dalam QS Ath Thalaaq [65] ayat 2-3, Allah SWT menegaskan, Barangsiapa bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan ke luar. Dan memberinya rezeki dari arah yang tiada disangka-sangkanya. Dan barang siapa yang bertawakal kepada Allah, niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya. Saudaraku, membangun ketaatan kepada Allah dalam ibadah-ibadah fardhu dan sunat plus keterkaitan hati kepada-Nya adalah fondasi dasar bangunan keimanan seorang hamba. Tanpa adanya fondasi ini, tidak berguna ketinggian ilmu, kecanggihan manajemen, optimalnya ikhtiar atau melimpahnya kekayaan. Semuanya akan berujung pada bencana dan keputusasaan. Saudaraku, perlu ditegaskan lagi bahwa tugas kita ada tiga. Pertama, meluruskan niat. Kedua, menyempurnakan ikhtiar. Ketiga, bertawakal sepenuh hati kepada Allah. Andai kita sudah melaksanakan semua itu, namun apa yang kita dapatkan belum juga sesuai keinginan, maka yakinlah bahwa Allah tidak akan menyia-nyiakan sekecil apapun amal hamba-Nya. Allah pasti akan memberikan yang terbaik. Kewajiban hanyalah berusaha dan berproses secara optimal dalam koridor yang telah ditetapkan. Hasil sepenuhnya ada dalam genggaman Allah. Wallaahu a`lam. http://www.cybermq.com/kolom/detail/aa-gym/559/membangun-ketaatan-diri-moslem.html |
|
|