Arlojiku menunjukkan pukul dua belas malam. Lampu-lampu yang menghiasi pekuburan serentak mati. Bukan karena sudah kedaluwarsa atau kelelahan. Bukan pula terkena giliran pemadaman oleh PLN yang tak kunjung usai. Malam ini, tanggal 17 Agustus seperti tahun-tahun sebelumnya, anak-anak desa kami yang menghargai jasa para pahlawannya mengadakan renungan suci.
Sekali lagi M@cver melirik arlojinya. Pukul setengah tujuh pagi Waktu Negeri Kentutistan. Negeri ini diberi nama “Kentutistan” karena banyak peristiwa di negeri ini berkarakter seperti kentut, dapat dirasakan, tapi tidak dapat diraba, apalagi diterawang. Kejahatan kentut, terutama kentut yang tidak berbunyi, secara yuridis-formal tidak dapat dibuktikan. Meskipun bau busuknya merebak kemana-mana, tidak ada jejak yang dapat dijadikan bukti otentik. Tidak ada dokumen yang dapat difotokopi. Tidak ada suara yang dapat direkam!
Kepala M@cVer (baca: ma’per) yang makin botak mulai terasa panas. Pekan-pekan terakhir ini dia banyak membaca koran lokal yang berlomba menyajikan berita-berita panas sekitar pemilihan gubernur. Mulai dari demonstrasi organisasi pemuda menyampaikan kriteria calon gubernur, sampai pada indikasi money politics yang lazim dilakukan para calon gubernur dan tim suksesnya.
|
AuthorKumpulan Cerpen Balada M@cver, tokoh yang selalu teraniaya.
Archives
September 2013
Categories |